Kamis, 20 Oktober 2011
Rabu, 05 Oktober 2011
SERPIHAN CERMIN
Serpihan
cermim
berguguran di lembar-lembar hari
Jadi penanda bulan retak di penghujung malam
Mengurai-ngurai bayu yang berkesiur bawa mimpi
yang usai di lumat embun pagi hari
Lalu!
Remah cermin
menyileti kaki-kaki kalbu yang semakin kelabu
waktu jadi sembilu
dan penantian hanya jadi nisan
Serpih makin menyerpih
Rembulan makin pipih
Malam makin kelam
tak ada bayang
semua kembali suram.
Oleh. F.Monthana
Jadi penanda bulan retak di penghujung malam
Mengurai-ngurai bayu yang berkesiur bawa mimpi
yang usai di lumat embun pagi hari
Lalu!
Remah cermin
menyileti kaki-kaki kalbu yang semakin kelabu
waktu jadi sembilu
dan penantian hanya jadi nisan
Serpih makin menyerpih
Rembulan makin pipih
Malam makin kelam
tak ada bayang
semua kembali suram.
Oleh. F.Monthana
BUNDA 1
Bulan cemara masih di kepala
menggantung di mata sayu
serpihan sepi
mengkristal di senja hari
aku tandai tahi lalat kesetiaanmu
sepanjang waktu
Bulan temaram adalah luka
menganga di dada bunda
malam gelap
pekat menyergap
tapi kejora di matamu
tetap bercahaya
kupasang jam pada gelas waktu
di Setiap helaan nafas
ayat-ayat mengangkasa
menguak pintu sorga
Oleh Feerly Moonthana
B. Lampung, 3 Desember 2000
menggantung di mata sayu
serpihan sepi
mengkristal di senja hari
aku tandai tahi lalat kesetiaanmu
sepanjang waktu
Bulan temaram adalah luka
menganga di dada bunda
malam gelap
pekat menyergap
tapi kejora di matamu
tetap bercahaya
kupasang jam pada gelas waktu
di Setiap helaan nafas
ayat-ayat mengangkasa
menguak pintu sorga
Oleh Feerly Moonthana
B. Lampung, 3 Desember 2000
MENONTON SENJA DI TELEVISI
Ritus iklan-iklan merebut
Harga diri. Sengketa keranda. Tetap
Saja mempertontonkan liang kebutuhan
Jogged dangdut menghantarkan goyangan
harga, mata tersilet gambar-gambar
MELABUHKAN PELANGI
Gerimis berjatuhan menangisi kerindangan
Lahan yang terbentang, menyeret aroma
Mendung menggerusi ketandusan yang
Terpampang pada kedua bola matamu
Pisau berkilau, memendarkan ketajaman gempa
Pelangi darah
MENGHELA BADAI
Kita telah penat menyusuri kesunyian
Pantai kematian itu. Menggoreskan
Nama-nama keabadian sepanjang pesisir
Lambai nyiur menjelma kidung senja
Yang diarak menuju peraduan musim
Selalu, melulu menciptakan denah-denah
Diatas pasir yang kemudian kembali
MELAUTKAN DARAH
Memandang laut dikedua bola matamu
Aku berlayar menempuh kerinduan pantai
Menghela sauh yang dititipkan angin.
MEMBUNUH BUNDA
MENGARUNGI KOTA MATAHARI
Jejak – jejak cinta melangkahi kepepakan
Kota pori matahari melindapi kesetiaan
Yang terseret – seret sepanjang alamat cahaya.
Gemerlap benih – benih rumah abadi
Sinar udara.
GEBYAR SASTRA DALAM RANGKA MEMPERINGATI HARI ULANG TAHUN HISKI KOMISARIAT BUNGO / SANGGAR KUBU BUNGO yang ke-1
Gebyar sastra dalam rangka memperingati hari ulang tahun HISKI
KOMISARIAT BUNGO / SANGGAR KUBU BUNGO yang ke - 1 dan peringatan bulan
bahasa / hari sumpah pemuda yang ke - 83 kabupaten bungo 2011
A. LATAR BELAKANG
Didasarkan
pada kenyataan saat ini bahwa keidupan para penggiat sastra, sastrawan,
guru-guru bahasa dan sastra indonesia kurang mendapat dukungan dari
pemerintah maupun masyarakat menjadi ironis bila melihat peran sastra
sebagai sarana transformasi sosial budaya. Maka Himpunan Sarjana
Kesusateraan Indonesia (HISKI) Komisariat Bungo / sanggar kubu bungo
mengajak pemerintah bermitra memberdayakan pembelajaran sastra dari
tingkat dasar hingga perguruan tinggi melalui berbagai kegiatan
kesastraan baik yang bersifat akademik maupun non akademik.
Langganan:
Postingan (Atom)